LANDASAN
FILOSOFI DAN YURIDIS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN
A.
Pendahuluan
1.
Pengertian dan Tujuan Pendidikan
Kejuruan
a)
Education for employment : (pendidikan
untuk pekerjaan) siswa mengikuti pendidikan ditargetkan untuk menjadi pribadi yang siap kerja,
dan untuk mengetahui serta memahami apa yang terjadi di lingkungannya. Siswa
diperkenalkan dengan masalah baru dan dilatih untuk menyelesaikan. Siswa mampu
mengembangkan kemampuan, mencari alternatif melanjutkan pendidikan atau
bekerja, pemecahannya dan berani untuk mengambil keputusan dalam lingkungan
pendidikan sebagai pekerjaannya.
b)
Education for employability : (pendidikan untuk kelayakan kerja) siswa
mengikuti pendidikan ditargetkan untuk menjadi tenaga kerja ahli yang
profesional, berdedikasi, mengetahui dan memahami serta merespon dengan cepat
apa yang terjadi di lingkungannya. Siswa diperkenalkan dengan masalah baru dan
dilatih untuk menyelesaikan, juga mampu mengembangkan sendiri kemampuannya,
mencari alternatif pekerjaan, serta pemecahannya untuk berani mengambil
keputusan dengan cepat.
c) Education for self-employment : (pendidikan
untuk mempekerjakan diri sendiri) siswa mengikuti pendidikan ditargetkan untuk
menjadi usahawan, dan untuk mengetahui, memahami serta membaca peluang usaha
yang ada di lingkungannya. Siswa diperkenalkan dengan jenis usaha, masalah yang
mungkin mucul dilatih untuk menyelesaikannya. Siswa mampu mengembangkan
kemampuan, mencari alternatif melanjutkan mengembangkan usahanya, pemecahannya
dan berani untuk mengambil keputusan
Berikut adalah di antara pengertian dan tujuan pendidikan
kejuruan dari berbagai Sumber dan pakar pendidikan.
1) Pendidikan
kejuruan adalah pendidikan yang diarahkan untuk mempelajari bidang khusus, agar
para lulusan memiliki keahlian tertentu seperti bisnis, pabrikasi, pertanian,
kerumahtanggaan, otomotif telekomunikasi, listrik, bangunan dan sebagainya
(Snedden, 1917:8)
2) Pendidikan
teknologi dan kejuruan adalah bagian dari pendidikan yang mencatak individu
agar dia dapat bekerja pada kelompok tertentu (Evan, 1978).
3) Pendidikan
teknologi dan kejuruan adalah suatu program yang berada di bawah organisasi
pendidikan tinggi yang diorganisasikan untuk mempersiapkan peserta didik
memasuki dunia kerja (Good, 1959)
Dari berbagai
definisii di atas dapat kita kemukakan bahwa pendidikan teknologi dan kejuruan
adalah pendidikan yang diselenggarakan bagi para siswa yang merencanakan dan
mengembangkan karirnya pada bidang keahlian tertentu untuk bekerja secara
produktif dan professional dan juga siap melanjutkan ke tingkat pendidikan yang
lebih tinggi.
2.
Fungsi Pendidikan Kejuruan
Pendidikan kejuruan berfungsi menyiapkan siswa menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang mampu meningkatkan kualitas hidup, mampu mengembangkan dirinya, dan memiliki keahlian dan keberanian membuka peluang meningkatkan penghasilan. Sebagai suatu pendididikan khusus, pendidikan kejuruan direncanakan untuk mempersiapkan peserta didik untuk memasuki dunia kerja, sebagai tenaga kerja produktif yang mampu menciptakan produk unggul yang dapat bersaing di pasar global dan professional yang memiliki kualitas moral di bidang kejuruannya (keahliannnya). Di samping itu pendidikan kejuruan juga berfungsi mempersiapkan siswa menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
Fungsi
pendidikan kejuruan menyiapkan siswa menjadi tenaga kerja produktif antara lain
meliputi:
a) Memenuhi
keperluan tenaga kerja dunia usaha dan industri.
b) Menciptakan
lapangan kerja bagi dirinya dan bagi orang lain.
c)
Merubah status siswa dari ketergantungan menjadi bangsa yang berpenghasilan
(produktif).
Sedangkan
sebagai tenaga kerja professional siswa mampu mengerjakan tugasnya secara
cepat, tepat dan effisien yang didasarkan pada unsur-unsur berikut:
a) ilmu
atau teori yang sistematis,
b)
kewenangan professional yang diakui
oleh klien,
c) sanksi dan pengakuan masyarakat akan
keabsahan kewenangannya dan
d) kode etik yang regulative
Selanjutnya,
menyiapkan siswa menguasai IPTEK dimaksudkan agar siswa:
a)
Mampu mengikuti, menguasai, dan
menyesuaikan diri dengan kemajuan IPTEK
b) Memiliki kemampuan dasar untuk dapat mengembangkan diri
secara berkelanjutan
B. Filsafat
Pendidikan Teknologi Kejuruan Dan Landasan Yuridis Pendidikan Teknologi
Kejuruan
1. 1.
Fisafat
pendidikan Teknologi Kejuruan
Filsafat adalah apa yang diyakini sebagai suatu pandangan
hidup dan landasan berpikir yang diianggap benar dan baik. Filsafat menurut
Jalius Jama: 2010 meliputi hal-hal sebagai berikut:
a) Usaha secara
spekulatif untuk menyajikan pandangan yang sistematis dan lengkap tentang kenyataan.
b) Usaha
mendeskripsikan sifat dasar yang terdalam dan sesungguhnya dari kenyataan.
c) Usaha untuk menentukan batas-batas dan lingkup
pengetahuan.
d)
Penyelidikan
secara kritis terhadap hipotesis.
e) Ilmu untuk membantu seseorang untuk memaknai
(purposeful meaning) apa yang dikatakandan apa yang dilihat dan apa yang
dilakukan.
Dalam pendidikan kejuruan ada dua aliran
filsafat yang sesuai dengan keberadaanya, yaitu eksistensialisme dan
esensialisme. Eksistensialisme berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus
mengembangkan eksistensi manusia untuk bertahan hidup, bukan merampasnya.
Sedangkan esensialisme berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus mengaitkan
dirinya dengan sistem-sistem yang lain seperti ekonomi, politik, sosial,
ketenaga kerjaan serta religi dan moral.
Landasan filosofis yang mendasari pendidikan kejuruan, harus
mampu menjawab dua pertanyaan : pertama, Apa yang harus diajarkan? dan kedua,
Bagaimana harus mengajarkan? (Calhoun dan Finch, 1982). Chalhoun dan Finch
menegaskan bahwa sumber prinsip-prinsip fundamental pendidikan kejuruan adalah
individu dan perannya dalam suatu masyarakat demokratik, serta peran pendidikan
dalam transmisi standar sosial.
Secara umum juga dikatakan bahwa filsafat pendidikan
merupakan rojani atau spiritual sistem pendidikan nasional. Pendidikan kejuruan
yang berkembang telah banyak ditandai dengan pesatnya perkembangan fasilitas
fisik untuk melayani kebutuhan banyak orang dalam lingkup pendidikan kejuruan
yang makin luas.
Filosofi memandang pendidikan kejuruan sebagai pihak yang
harus bertanggungjawab atas penyiapan orang untuk bekerja atau mandiri, maka
menuntut adanya jenis pendidikan yang dapat menyediakan berbagai alternatif
pilihan itu, dan untuk hal tersebut yang paling tepat adalah pendidikan
kejuruan itu sendiri. Pernyataan Hornby yang dikutip Soeharto (1988) mengatakan
bahwa filosofi adalah mempelajari berbagai prinsip yang mendasari aksi dan
tinggkah laku manusia. Miller (1986, 3) menyatakan bahwa: phylosphys defined as a conceptual frame work for synthesis and
evaluation that represents a system of values to serve as a basis for making
decisions that projects vocation’s future. Falsafah pendidikan kejuruan
adalah cara pandang akan pendidikan kejuruan itu sendiri. Falsafah akan
memberikan arah yang dipelukan untuk pelayanan pendidikan, selain kerangka
kerja dimana tujuan, maksud, dan kegunaaan pendidikan itu dibangun.
Secara khusus filosofi pendidikan kejuruan menurut Miller
(1986) mempunyai tiga elemen pokok, yaitu: nature
of reality, truth, and value. Sehingga falsafah pendidikan kejuruan
merupakan artikulasi sebagai dasar asumsi yang meliputi kenyataan, kebenaran
dan tata nilai. Pertama, landasan falsafah meandanga adanya ketentuan-ketentuan
yang diperlukan oleh peserta didik dan strategi apa yang sesuai dengan
kebutuhan anak didik. Kedua, asumsi tentang perwujudan atau kenyataan tentang
kebenaran untuk memeberikan tuntunan dalam membentuk kurikulum pendidikan kejuruan.
Ketiga, kemudian dengan materi yang telah diyakini kebenaran sesuai dengan
falsafahnya, lembaga pendidikan mempunyai tanggung jawab untuk melakukan
pengajaran dengan benar, dan falsafah dapat memberikan kepercayaan secara penuh
dalam kebenaran pengetahuan yang diberikan.
Charles Prosser dalam Vocational Education in Democracy
(1949) yang dikutip oleh William G. Camp dan John H. Hillison (1984, 15-16)
memberikan 16 butir dalil sebagai falsafah pendidikan kejuruan yaitu:
a.
Pendidikan kejuruan akan efisien
apabila disediakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi nyata dimana lulusan
akan bekerja.
b.
Latihan kejuruan akan efektif
apabila diberikan tugas atau program seusai dengan apa yang dikerjakan kelak.
Demikian pula fasilitas atau peralatan beserta proses kerja dan operasionalnya
dibuat sama dengan kondisi nyata nantinya.
c.
Pendidikan kejuruan akan efektif
bilmana latihan dan tugas yang diberikan secara langsung dan spesifik (dalam
arti mengerjakan benda kerja sesungguhnya, bukan sekedar tiruan).
d.
Pendidikan kejuruan akan efektif
bilamana dalam latihan kerja atau dalam pengerjaan tugas sudah dibiasakan pada
kondisi nyata nantinya.
e.
Pendidikan kejuran akan efektif
bilamana program-program yang disediakan adalah banyak dan bervariasi meliputi
semua profesi serta mampu dimanfaatkan atau ditempuh oleh peserta didik.
f.
Latihan kejuruan akan efektif
apabila diberikan secara berulang kali hingga diperoleh penguasaan yang memadai
bagi peserta didik.
g.
Pendidikan kejuruan akan efektif
bila para guru dan instrukturnya berpengalaman dan mampu mentransfer kepada
peserta didik.
h.
Pendidikan kejuruan akan efektif
bilamana mampu memberikan bekal kemampuan minimal yang dibutuhkan dunia kerja
(sebagai standar minimal profesi), sehingga mudah adaptif dan mudah
pengembangannya.
i.
Pendidikan kejuruan akan efektif
apabila memperhatikan kondisi pasar kerja.
j.
Proses pemantapan belajar dan
latihan peserta didik dalam pendidikan kejuruan akan efektif apabila diberikan
secara proporsional.
k.
Sumber data yang dipergunakan untuk
menentukan program pendidikan didasarkan atas pengalaman nyata pekerjaan di
lapangan.
l.
Pendidikan kejuruan membeikan
program tertentu yang mendasar sebagai dasar kejuruannya serta program lain
sebagai pengayaan atau pengembangannnya.
m.
Pendidikan kejuruan akan efisien
apabila sebagai lembaga pendidikan yang menyiapkan SDM untuk memenuhi kebutuhan
dunia kerja tertentu dan dalam waktu tertentu.
n.
Pendidikan kejuruan dapat dirasakan
manfaatnya secara sosial kemasyarakatan termasuk memperhatikan hubungan
kemanusiaan dan hubungan dengan masyarakat luar dunia pendidikan.
o.
Administrasi pendidikan kejuruan
akan efisien apabila bersifat fleksibel dan tidak bersifat kaku.
p.
Walaupun pendidikan kejuruan telah
diusahakan dengan biaya investasi semaksimal mungkin, nmaun apabila sampai
dalam batas minimal tersebut tidak efektif, maka lebih baik penyelenggaraan
pendidikan kejuruan dibatalkan.
Berdasarkan
falsafah pendidikan kejuruan yang diuraikan di atas, khususnya dari Charles
Prosser dapat diasumsikan bahwa 16 butir falsafah tersebut juga sekaligus kriteria
dasar yang sagat esensial dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan. Maksudnya
dalah pendidikan kejuruan akan dikatakan dengan klasifikasi baik apabila mampu
memenuhi 16 kriteria falsafah pendidikan kejuruan tersebut. Secara ringkas dari 16 butir falsafah
pendidikan kejuruan dapat diringkas ke dalam 16 butir kriteria ideal pendidikan
kejuruan yang harus dipenuhi, yaitu: (1) lingkungan belajar; (2) program dan
fasilitas/peralatan; (3) praktek langsung; (4) budaya kerja; (5) kualitas
input; (6) praktek yang berulangkali; (7) tenaga pendidik yang berpengalaman;
(8) kemampuan minimal lulusan; (9) sesuai pasar kerja; (10) proporsi praktek;
(11) sumber data program dari pengalaman; (12) program dasar kejuruan dan
lanjut; (13) kebutuhan tertentu dan waktu tertentu; (14) hubungan dengan
masyarakat; (15) administrasi fleksibel; (16) biaya pendidikan.
Sedangkan
Oemar Hamalik (1990) secara tegas memberikan gambaran tentang falsafah
pendidikan kejuruan dapat dirangkum ke dalam enam hal yaitu:
1.
Pekerjaan yang dipilih individu
harus berdasarkan pada orientasi individu itu sendiri, misalnya bakat, minat,
kemapuan, dan sebagainya.
2.
Beberapa pekerjaan yang ditawarkan
meliputi semua aspek kehidupan.
3.
Setiap individu harus mendapatkan
kesepatan untuk memilih jenis pekerjaan yang cocok dengan orientasi dan
kesempatan kerja yang sama.
4.
Individu perlu mendapat dorongan
membangun masyarakartnya, berdasarkan pengetahuan, sklill, dan kesempatan kerja
yang ada.
5.
Sumber-sumber pendidikan harus dapat
mengembangkan sumber daya manusia, menjadi individu yang mampu membantu
inidividu lainnya, sebagai pemimpin dan pembangun.
6.
Alokasi sumber-sumber harus
merefleksi kebutuhan manusia.
2. Landasan Yuridis Pendidikan
Teknologi Kejuruan
Landasan
yuridis pendidikan Indonesia adalah seperangkat konsep peraturan
perundang-undangan yang menjadi titik tolak sistem pendidikan Indonesia,
yang menurut Undang-Undang Dasar 1945.
1.
UUD 1945 mengamanatkan kepada pemerintah melalui usaha
penyelenggaraan sistem pendidikan nasional untuk meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bagnsa yang
diatur dengan Undang-Undang.
2.
UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20
Tahun 2003 pasal 15, menjelaskan bahwa SMK merupakan “pendidikan menengah yang
mempersiapkan peserta didik terutama dalam bidang pekerjaan tertentu”. Dan
Pasal 38 yang menyatakan bahwa kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan
dasar dan menengah ditetapkan pemerintah melalui BSNP.
3.
Kepmendikbud No. 323/U/1997 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda di SMK.
4.
PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
5.
Permendiknas No. 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi.
6.
Permendiknas No. 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Kelulusan.
7.
Permendiknas No. 24 Tahun 2006
tentang Pedoman Pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan No. 23 tentang Standar Isi
dan Standar Kelulusan
8.
Ketentuan-ketentuan lain yang
berhubungan dengan penyeleggaraan pendidikan dan pelatihan di SMK.
3. MODEL
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN BERDASARKAN SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN
REPUBLIK INDONESIA
Model perencanaan dan pengembangan
kurikulum pembelajaran pendidikan kejuruan tidak terlepas dari tujuan
pendidikan kejuruan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional No. 20 Tahun 2003. Tujuan pendidikan kejuruan seara umum adalah untuk
mempersiapkan peserta didik memasuki dunia kerja dengan dibekali kompetensi
yang sesuai dengan bidangnya masing-masing.Untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan tersebut, diterjemahkan dalam kurikulum yang dikembangkan sesuai
karakteristik pendidikan kejuruan.
Perencanaan dan pengembangan kurikulum
pendidikan kejuruan didasarkan pada landasan konseptual yaitu: landasan
filosofis, yuridis, sosiologi, dan psikologi. Dari keempat konsep model
pengembangan kurikulum pembelajaran dan memperhatikan karakteristik pendidikan
kejuruan, maka konsep model pembelajaran pendidikan kejuruan disajikan dalam
bagan berikut :
Gambar
1. Model Kurikulum Pembelajaran Berorientasi Tenaga Kerja
Dari bagan tersebut, model pengembangan kurikum pembelajaran
vokasi (pendidikan kejuruan) dapat dijelaskan sebagai berikut (1) untuk
merumuskan tujuan umum pendidikan kejuruan yang memiliki karakteristik
kurikulum pendidikan kejuruan bersumber dari Siswa, Masyarakat DU/DI, dan
Keilmuan sesuai dengan bidang yang dikembangkan, (2) Hasil analisis data dari
ketiga sumber tersebut sebagai dasar dalam merumuskan tujuan (goal) dan sasaran
(objective) pendidikan kejuruan, (3) Rumusan tujuan yang telah ditetapkan, untuk
selanjutnya disaring berdasarkan landasan filosofi dan psikologi yang telah
dirumuskan yang sesuai dengan pendidikan kejuruan, (4) Hasil dari penyaringan
tujuan umum oleh landasan filosofi danpsikologi, merupakan rumusan tujuan
khusus pembelajaran yang menjadi dasar untuk melakukan pemilihan pengalaman
belajar, organisasi, dan orientasi pembelajaran (tahap implementasi kurikulum),
(5) Tahap akhir dari model tersebut adalah evaluasi proses yang digunakan
sebagai balikan dari proses pembelajaran yang berlangsung dan sebagai evaluasi
hasil belajar siswa untuk menentukan masing-masing bidang, (6) Evaluasi secara
keseluruhan terhadap kurikulum yang diimplementasikan diperlukan untuk
mengetahui keberhasilan kurikulum dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan,
hal tersebut dapat diukur dari keberhasilan peserta didik (lulusan) yang
diserap oleh dunia kerja (outcome).
Kebijakan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia yang dikembangkan untuk meningkatkan relevansi Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) adalah Link and Match,
yaitu relevansi dengan kebutuhan pembangunan umumnya dan kebutuhan dunia kerja,
dunia usaha serta dunia industri khususnya. Beberapa prinsip yang akan dipakai
sebagai strategi dalam kebijakan Link and Match diantaranya adalah model
penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda (PSG).
Pembaharuan model penyelenggaraan pendidikan di SMK dimulai
sejak dilaksanakan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) tahun 1994, dan dilengkapi
dengan sejumlah perangkat pelaksanaannya. Dalam perkembangan selanjutnnya,
pelaksanaan PSG lebih dimantapkan lagi dengan menggunakan acuan yang lebih
mendasar yaitu yang tertulis dalam buku “Keterampilan Menjelang 2020 untuk Era
Global” yang disusun oleh Satuan Tugas Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan
Kejuruan di Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1997). Kemudian,
penyelenggaraan PSG dibakukan dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
R.I. Nomor 323/U/1997 tentang Penyelenggaraan Sistem Ganda pada Sekolah
Menengah Kejuruan tanggal 31 Desember 1997, yang memuat komponen-komponen yang
diperlukan dalam penyelenggaraan PSG. Inti dari PSG ini adalah upaya untuk
mendekatkan pendidikan kejuruan ke dunia usaha/industri.
PSG pada dasarnya
merupakan suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional yang
memadukan secara sistematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan
program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di
dunia kerja, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional
tertentu. Pada hakekatnya PSG
merupakan suatu strategi yang mendekatkan peserta didik ke dunia kerja dan ini
adalah strategi proaktif yang menuntut perubahan sikap dan pola pikir serta
fungsi pelaku pendidikan di tingkat SMK, masyarakat dan dunia usaha/industri
dalam menyikapi perubahan dinamika tersebut.
Pada PSG
program pendidikan direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi bersama secara
terpadu antara sekolah kejuruan dengan institusi pasangannya, sehingga fungsi
operasional dilapangan dilaksanakan bersama antara kepala sekolah, guru,
instruktur dan manager terkait, untuk itu perlu diciptakan adanya keterpaduan
peran dan fungsi guru serta instruktur sebagai pelaku pendidikan yang terlibat
langsung dalam pelaksanaa PSG
dilapangan secara kondusif.
Dalam upaya merealisasikan kebijakan link and match melalui
pelaksanaan PSG, selain
diperlukan guru SMK yang profesional diperlukan instruktur yang mewakili dunia
usaha/industri yang profesional pula. Instruktur dalam PSG memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting dan strategis
dalam menentukan keberhasilan peserta PSG.
Sehingga salah satu faktor yang dapat menentukan keberhasilan pelaksanaan PSG adalah guru dan instruktur, oleh
sebab itu baik guru maupun instruktur dituntut memiliki kompetensi yang
dipersyaratkan untuk melaksanakan peran dan fungsinya masing-masing dalam PSG.
Praktik Kerja Industri yang disingkat dengan “prakerin” merupakan
bagian dari program pembelajaran yang harus dilaksanakan oleh setiap peserta
didik di Dunia Kerja, sebagai wujud nyata dari pelaksanaan sistim pendidikan di
SMK yaitu Pendidikan Sistim Ganda (PSG). Program prakerin disusun bersama
antara sekolah dan dunia kerja dalam rangka memenuhi kebutuhan peserta didik
dan sebagai kontribusi dunia kerja terhadap pengembangan program pendidikan
SMK.
Tujuan Prakerin yaitu :
1)
Pemenuhan Kompetensi sesuai tuntutan
Kurikulum.
Penguasaan kompetensi dengan pembelajaran di sekolah sangat
ditentukan oleh fasilitas pembelajaran yang tersedia. Jika ketersediaan
fasilitas terbatas, sekolah perlu merancang pembelajaran kompetensi di luar
sekolah (dunia kerja mitra). Keterlaksanaan pembelajaran kompetensi tersebut
bukan diserahkan sepenuhnya ke dunia kerja, tetapi sekolah perlu memberi arahan
tentang apa yang seharusnya dibelajarkan kepada peserta didik.
2)
Implementasi Kompetensi ke dalam
dunia kerja.
Kemampuan-kemampuan
yang sudah dimiliki peserta didik, melalui latihan dan praktik di sekolah perlu
diimplementasikan secara nyata sehingga tumbuh kesadaran bahwa apa yang sudah
dimilikinya berguna bagi dirinya dan orang lain. Dengan begitu peserta didik
akan lebih percaya diri karena orang lain dapat memahami apa yang dipahaminya
dan pengetahuannya diterima oleh masyarakat.
3)
Penumbuhan etos kerja/Pengalaman
kerja.
SMK sebagai lembaga pendidikan yang diharapkan dapat
menghantarkan tamatannya ke dunia kerja perlu memperkenalkan lebih dini
lingkungan sosial yang berlaku di dunia kerja. Pengalaman berinteraksi dengan
lingkungan dunia kerja dan terlibat langsung di dalamnya, diharapkan dapat
membangun sikap kerja dan kepribadian yang utuh sebagai pekerja.
4 .
KESIMPULAN
a) Pendidikan
kejuruan berfungsi menyiapkan siswa menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang
mampu meningkatkan kualitas hidup, mampu mengembangkan dirinya, dan memiliki
keahlian dan keberanian membuka peluang meningkatkan penghasilan.
b) Dalam
pendidikan kejuruan ada dua aliran filsafat yang sesuai dengan keberadaanya,
yaitu eksistensialisme dan esensialisme. Eksistensialisme berpandangan bahwa
pendidikan kejuruan harus mengembangkan eksistensi manusia untuk bertahan
hidup, bukan merampasnya. Sedangkan esensialisme berpandangan bahwa pendidikan
kejuruan harus mengaitkan dirinya dengan sistem-sistem yang lain seperti
ekonomi, politik, sosial, ketenaga kerjaan serta religi dan moral.
c) Landasan
yuridis pendidikan Teknologi Kejuruan didasari oleh UUD 1945, UU PT,
UU.20.2003, UU Guru & Dosen, Peraturan pemerintah (PP)
d) Perencanaan dan pengembangan kurikulum
pendidikan kejuruan didasarkan pada landasan konseptual yaitu: landasan
filosofis, yuridis, sosiologi, dan psikologi. Dari keempat konsep model
pengembangan kurikulum pembelajaran dan memperhatikan karakteristik pendidikan
kejuruan
Bet365 Casino Review - Dr.MD
BalasHapusCasino Welcome Bonus up to €/£50 - 제천 출장마사지 a 100% up to €/$1000 + 10 제주도 출장샵 Free Spins. The first deposit will receive the 여수 출장마사지 same 충주 출장마사지 bonus as 남양주 출장안마 their deposit, as this